I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luas perairan umum di Indonesia sampai saat ini diperkirakan lebih dari 55 juta ha, yang terdiri dari perairan sungai beserta lebaknya seluas 11,95 juta ha; danau alam, dan buatan seluas 2,1 juta ha, dan perairan rawa seluas 39,4 juta ha. Dari total luas perairan umum, 60 % berada Kalimantan, 30 %-nya berada di Sumatera dan sisanya di Sulawesi, Jawa, Bali, NTB dan Irian Jaya. Sedangkan jenis ikan yang ada sekitar 600 spesies, termasuk diantaranya jenis ekonomis penting, ikan budidaya atau diperkirakan dapat dibudidayakan
Perairan umum mempunyai posisi yang strategis dan berfungsi multi guna, selain dimanfaatkan sektor perikanan, juga dimanfaatkan oleh sektor perindustrian, pariwisata, perhubungan, pemukiman dan sebagainya. Perairan umum terdiri dari danau, waduk, rawa, lebak, sungai serta genangan lainnya, merupakan salah satu sumberdaya perairan yang potensial untuk lebih dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi manusia, khususnya kebutuhan protein hewani dari ikan. Pemanfaatan perairan umum tersebut umumnya dilakukan melalui kegiatan penangkapan ikan, namun dengan semakin berkembangnya teknologi dan keterampilan masyarakat, maka perairan umum telah dimanfaatkan untuk kegiatan usaha budidaya perikanan secara intensif. Produksi perikanan perairan umum sebagian besar didominasi oleh produksi penangkapan, kini terjadi pergeseran ke arah sektor budidaya. Pergeseran ini terlihat dari penurunan perikanan hasil penangkapan serta meningkatnya produksi dari usaha budidaya di perairan umum.
Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan dalam memanfaatkan sumberdaya secara berkesinambungan perlu dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak terkendali, dimana jumlah tangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Agar terjadi keseimbangan maka diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. di perairan umum agar tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan, serta terjaminnya kelangsungan usaha pemanfaatan sumberdya ikan dengan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan di perairan umum.
Restocking adalah salah satu upaya penambahan stock ikan tangkapan untuk ditebarkan di perairan umum, pada perairan yang dianggap telah mengalami krisis akibat padat tangkap atau tingkat pemanfaatannya berlebihan. Tujuan restocking selain menambah stock ikan agar dapat dipanen sebagai ikan konsumsi, juga bertujuan mengembalikan fungsi dan peran perairan umum sebagai ekosistem akuatik yang seimbang.
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai informasi dan masukan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penebaran benih ikan di perairan umum sehingga dapat digunakan untuk pengelolaan perairan umum secara berkelanjutan (sustainable ) dan bertanggung jawab (responsible fisheries).
Sedangkan tujuan dari pada kegiatan penebaran ikan (restocking) adalah :
1) Untuk meningkatkan stok populasi ikan di perairan umum dalam rangka pengelolaan sumberdaya perikanan melalui pengendalian dan pemanfaatan yang berpedoman pada kaidah-kaidah pelestarian sumberdaya hayati perairan.
2) Untuk melestarikan keanekaragaman sumberdaya ikan di perairan umum.
3) Untuk meningkatkan produksi ikan di perairan umum guna pemenuhan gizi bagi masyarakat.
4) Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat/nelayan di sekitar perairan umum melalui peningkatan pendapatan yang merata dan kesempatan kerja tambahan dari sektor perikanan.
1.3. Permasalahan
II. INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI PERAIRAN UMUM
Dalam melaksanakan inventarisasi dan identifikasi perairan umum yang akan dilakukan restoking ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam implementasinya antara lain persyaratan dari perairan umum itu sendiri dan prioritas perairan umum.
2.1. Syarat perairan umum untuk restocking
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan kegiatan restoking di perairan umum. Hal ini untuk menjaga agar pelaksanaan restoking ini dapat berjalan secara efektif dan efisien. Adapun pesryaratan tersebut antaralain :
a) Mempunyai tingkat kesuburan perairan yang tinggi
b) Perairan tidak tercemar
c) Kualitas air memenuhi kriteria baku mutu air golongan C.
d) Kondisi perairan layak bagi kehidupan biota akuatik
e) Sifat perairan permanen (mengandung air sepanjang tahun)
f) Dekat dengan sumber benih.
2.2. Prioritas perairan umum untuk restocking
a) Perairan umum yang sudah kritis dan padat tangkap
b) Banyak nelayan/petani ikan/ masyarakat yang bermukim di sekitar perairan tersebut.
c) Produksi ikan cenderung menurun/rendah.
d) Keanekaragaman jenis sumberdaya ikan rendah.III. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN RESTOKING
3.1. Pelaksanaan Kegiatan
Dalam pelaksanaan restoking ini ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan sempurna, yaitu persiapan, koordinasi kegiatan, pembinaan dan pengelolaan.
a) Persiapan
Sebelum kegiatan restocking dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan yang meliputi :
1) Peninjauan ke lokasi kegiatan
Peninjauan ke lokasi kegiatan bertujuan :
· Mendapatkan informasi mengenai perairan umum yang akan dilakukan restocking. Informasi tersebut antara lain : luas, tingkat kesuburan, tingkat pemanfaatan/ pengusahaan, kedalaman, jenis-jenis ikan asli yang ada/pernah ada, gangguan/ hambatan yang dialami, usaha pembinaan yang pernah dilakukan, gangguan lingkungan (pencemaran), peraturan perundangan pemerintah daerah setempat, dan lain-lain
· Mengetahui keadaan sosial ekonomi masyarakat/petani ikan/ penduduk yang bermukim di sekitar perairan umum.
2) Peninjauan sumber benih
Peninjauan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesiapan pengadaan benih yang berasal dari Balai Benih, Unit Pembenihan Rakyat (UPR) atau petani ikan pengumpul benih atau sumber benih lainnya. Informasi yang digali antara lain :
· Jenis ikan yang dibenihkan.
· Jumlah benih ikan yang dapat dihasilkan
· Ukuran
· Kesehatan ikan
· Kelayakan benih yang ditebarkan
· Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3) Pengadaan benih dan syarat pemilihan jenis
· Diutamakan jenis-jenis yang sudah berhasil dikembangkan secara massal.
· Mudah dan cepat berkembang biak
· Sehat dan tidak mengandung penyakit
· Cepat beradaptasi dengan lingkungan yang abru
· Memiliki mobilitas yang cukup tinggi
· Tidak bersifat predator.
· Mudah diperoleh dalam jumlah yang cukup memadai untuk penebaran
· Ukuran minimal 5 – 8 cm
4) Pengadaan Sarana
Untuk pengangkutan ikan hidup ke lokasi penebaran diperlukan sarana bantu berupa bahan-bahan dan peralatan sebagai berikut :
· Kantong plastik dengan ukuran disesuaikan jumlah yang diangkut, ketebalan 0,5 – 0,6 cm
· Dus/karton untuk pengepakan
· Tabung oksigen
· Bahan peredam suhu (Styrofoam, dll)
· Label plastik, kertas, spidol, perekat dll
· Alat transportasi (truck, dll)
· Alat bantu penebaran benih lainnya.
b) Koordinasi Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan restoking agar mencapai sasaran perlu direncanakan dan dikoordinasikan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi/Kabupaten/Kota, mulai dari tingkat persiapan, pelaksanaan penebaran, pembinaan, pengendalian, pengelolaan, pembinaan, pemantauan dan pengawasan. Di tingkat pusat, pembinaan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
c) Pembinaan dan Pengelolaan.
Agar kegiatan restocking dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan langkah-langkah yang kongkrit. sebagai berikut :
1) Pengaturan dan pembatasan penangkapan
a. Penutupan sementara bagian perairan tertentu dari penangkapan ikan dengan maksud untuk memberi kesempatan bagi ikan-ikan muda untuk tumbuh dan berkembang biak.
b. Pengaturan penangkapan yang diatur dengan suatu ketetapan yang bersifat mengikat (Peraturan Daerah) dengan mempertimbangkan kelestarian sumber daya ikan dan azas manfaat.
c. Pengaturan secara adat, misal Lelang Lebak Lebung (Sumatera Selatan), Sasi (Maluku), Lubuk Larangan (Sumatera Utara) dan sebagainya.
d. Larangan menangkap ikan dengan bahan-bahan kimia berbahaya, bahan peledak, racun, alat berarus listrik dan lain-lainnya yang dapat menggangu kehidupan biota akuatik dan ekosistem perairan.
e. Larangan menangkap ikan dengan alat tangkap yang dapat merusak lingkungan perairan.
f. Larangan menangkap ikan pada saat musim pemijahan dan bertelur.
g. Larangan melakukan penangkapan di luar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan (Perda) seperti misalnya jenis, ukuran, jumlah (ikan dan alat tangkap) dan lainnya.
h. Menjaga dan mengendalikan perairan umum dari gangguan lingkungan perairan seperti misalnya pendangkalan, pencemaran dan lain-lain.
i. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat/penduduk yang bermukim di sekitar perairan umum untuk tetap menjaga dan melestarikan sumberdaya ikan dan ekosistemnya.
j. Selalu melakukan koordinasi antar instansi terkait di daerah dalam melaksanakan pengelolaan, pembinaan dan pengawasannya.
2). Pengendalian dan Pengawasan
a. Pengaturan Penangkapan, dimana hanya diperbolehkan pada bulan-bulan tertentu ( Lubuk larangan, Lebak Lebung dan Sasi)
b. Pengawasan yang intensif, baik dari Pemerintah, petani-nelayan, maupun kelompok tani yang berkompeten terhadap pelestarian lingkungan.
c. Pengalihan Usaha, dari penangkapan ke usaha Budidaya di perairan umum.
d. Penyuluhan yang intensif tentang pentingnya pelestarian sumberdaya ikan.
e. Penegakan Hukum terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran yaitu pihak yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat atau bahan yang membahayakan kelestarian lingkungan
f. Diterapkannya AMDAL kepada perusahaan yang melakukan usaha disekitar perairan umum maupun laut serta diberlakukannya aturan dan sangsi dalam pembuangan limbah industri.
3.2. Evaluasi kegiatan
Evaluasi kegiatan dimaksudkan agar pelaksanaan restoking dapat diketahui tingkat perkembangan selanjutnya. Untuk itu setiap setiap 4 (empat) bulan sekali sebaiknya dilakukan penangkapan ikan (sampling) dengan mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan ikan yang ditebarkan di perairan umum, meliputi : jenis, ukuran ikan, berat, tingkat pertumbuhan dan lainnya). Pada tahap evaluasi dan monitoring sebaiknya dilakukan penandaan (tagging) yang diletakkan pada ikan yang ditebarkan. Penandaan ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan dari spesies yang ditebar pada suatu perairan, pada waktu dilakukan evaluasi apakah pertumbuhannya terganggu, populasi yang ditebar sesuai dengan kondisi awal atau bahkan hilang sama sekali karena adanya predator di perairan tersebut.IV. REKOMENDASI JENIS IKAN
Jenis-jenis ikan yang direkomendasikan untuk restocking di perairan umum antara lain adalah ikan-ikan asli yang ada di Perairan Umum yang bersangkutan ataupun ikan-ikan yang sudah didomestikasi, yaitu :
a. Ikan mas ( Cyprinus carpio)
b. Nila Merah (Oreochromis niloticus)
c. Koan (Grass carp)
d. Nilem ( Ostochillus hasselti)
e. Tawes (Punctius javanicus)
f. Patin Jambal (Pangasius pangasius)
g. Lele (Clarias batracus)
h. Gurame (Osphronemus gouramy)
Dalam melakukan restoking harus dilihat kondisi ekosystem yang ada, hal ini guna menghindari dengan dilakukannya restocking malahan merusak ekosistem yang ada. Disamping itu menghindari ikan-ikan asli (indigenous species) yang ada di Perairan Umum tersebut terancam punah.
V. KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a) Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum yang kurang bijaksana atau bertentangan dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya ikan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang dapat yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kelestarian sumberdaya ikan itu sendiri
b) Pengelolaan perairan umum yang baik yang diikuti dengan pelestarian sumberdaya ikan melalui upaya penebaran bibit ikan (restocking) akan sangat besar manfaatnya bagi kelanjutan produktivitas dan keseimbangan ekosistem perairan.
c) Dengan pelaksanaan penebaran ikan (restocking) di perairan umum, maka diharapkan akan terjadi :
1) Peningkatan stok populasi ikan di perairan umum
2) Pelestarian keanekaragaman sumberdaya ikan
3) Peningkatan produksi ikan di perairan umum guna pemenuhan gizi bagi masyarakat.
4) Peningkatan kesejahteraan masyarakat/nelayan di sekitar perairan umum melalui peningkatan pendapatan yang merata dan kesempatan kerja tambahan dari sektor perikanan.DAFTAR PUSTAKA
Boyd, CE, 1990. Water quality in pond for Aquaculture. Birmingham Publishing Co, Birmingham Alabama
Ditjen Perikanan Tangkap, 2000, Statistik Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Cooke, G.D, E.B. Welch, SA Peterson & P.R.Newroth, 1986. Lake and reservoir restoration. Butterworth Publisher.
Hartoto, DI & Yusriawati. 1999, Evaluation of Inland Water Fishery Reserve in Jambi Province. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII
Hartoto, DI 2000, Usulan protokol penebaran ikan di Perairan Umum. Kontribusi Puslitbang Limnologi LIPI untuk Pembangunan Perikanan Perairan Umum
Hartoto, DI, 2000, An overview of some limnological parameters and management status of fishery reserve in Central Kalimantan. Paper presented in the Workshop of the Current Progress in Tropical Limnology. Shinshu University, Japan.
Ilyas S. Et al 1990, Petunjuk Teknis Pengelolaan Perairan Waduk bagi Pembangunan Perikanan, Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian.
Jobling, M. 1994. Environmental Biology of Fishes. Fish and Fisheries Series 16. Chapmann and Hall
Sekedar masukkan dan saran untuk perbaikan informasi dalam tulisan agar informasinya tidak menjadi keliru. Harus dibedakan antara definisi restocking ikan dan introduksi ikan. Restocking ikan adalah melakukan penebaran kembali jenis ikan lokal/asli yang memang telah ada perairan ke dalam perairan tsb. Sedangkan introduksi ikan adalah memasukkan jenis ikan baru ke dalam perairan dimana sebelumnya ikan tersebut tidak ada di dalam perairan. Kalau dilihat di tulisan anda, jenis- ikan yang direkomendasikan untuk direstocking merupakan jenis ikan introdkusi (walaupun mungkin sebagian orang tahunnya itu adalah ikan asli). Ini sangat berbahaya bagi keragaman genetik dan jenis ikan di perairan. Kalaupun memang harus dilakukan introduksi ikan, salah satu syarat utama adalah jenis ikan yang diintroduksi memiliki trophic level yang rendah dan tidak akan berkompetisi pakan dan ruang dengan ikan asli yang ada di dalam perairan tersebut. Jadi harus ada relung ekologi yang kosong dalam perairan tersebut. Semoga informasi tambahan ini bisa bermanfaat.
BalasHapus