. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Danau/ waduk adalah salah satu sumber air tawar yang menunjang kehidupan semua makhluk hidup dan kegiatan sosial ekonomi manusia. Ketersediaan sumber daya air, mempunyai peran yang sangat mendasar untuk menunjang pengembangan ekonomi wilayah. Sumber daya air yang terbatas disuatu wilayah mempunyai implikasi kepada kegiatan pembangunan yang terbatas dan pada akhirnya kegiatan ekonomipun terbatas sehingga kemakmuran rakyat makin lama tercapai. Air danau/waduk digunakan untuk berbagai pemanfaatan antara lain sumber baku air minum air irigasi, pembangkit listrik, penggelontoran, perikanan dsb. Jadi betapa pentingnya air tawar yang berasal dari waduk/danau bagi kehidupan.
Pada umumnya kedalaman danau bervariasi antara 50 – 200 m, akan tetapi banyak juga yang mempunyai kedalaman lebih rendah dari 50 m. Sampai saat ini sebagaian besar dari danau belum diketahui volumenya dengan pasti, demikian juga halnya presipitasi, evaporasinya serta debit inflow dan outflow-nya. Dengan demikian waktu tinggal air danau tidak diketahui sehingga daya tampung beban pencemaran tidak diketahui dan sekaligus pemanfaatan bagi berbagai keperluan sulit untuk diprogramkan.
Fitoplankton dalam perairan merupakan penghasil oksigen (O2) melalui proses fotosintesis dan menyerap karbondioksida (CO2) dalam memproduksi makanannya. Fitoplankton memerlukan garam-garam organik, karbondioksida, air, dan cahaya matahari, serta parameter kualitas air yang sesuai sehingga perlu dilakukan pengukuran kualitas air dalam penelitian ini.
Fitoplankton secara fungsional merupakan komponen utama pada ekosistem perairan yang berfungsi sebagai produsen primer bersama-sama tumbuhan hijau lain yang ada di perairan. Organism fitoplankto juga dapat dimanfaatkan oleh organisme lain sebagai makanan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Untuk melakukan suatu usaha perikanan di danau/waduk perlu kiranya pengolahan yang baik agar hasilnya memuaskan. Sebelum pengelolaan dimulai perlu diketahui kelimpahan fitoplankton dan zooplankton di perairan tersebut untuk melihat kesuburan perairan tersebut.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas air dan striktur komunitas fitoplankton dan zooplankton, keragaman dan dominansi di Danau Simbad, Kabupaten Kampar. Hasil praktikum ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat dalam pengolahan danau/waduk dan daerah sekitarnya sehingga dapat diambil kebijaksanaan yang tepat dalam pemanfaatannya sehingga fungsi danau/waduk secara lestari dan kesuburannya dapat dipertahankan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan bagian yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme. Jika dikaitkan dengan habitat perairan, maka air merupakan media perantara kedalam ataupun keluar habitat tersebut ( ODUM, 1971 )
Berdasarkan proses terjadinya, danau dibedakan : 1). Danau tektonik yaitu danau yang terbentuk akibat penurunan muka bumi karena pergeseran / patahan. 2). Danau vulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas vulkanisme / gunung berapi. 3). Danau tektovulkanik yaitu danau yang terbentuk akibat percampuran aktivitas tektonisme dan vulkanisme. 4). Danau bendungan alami yaitu danau yang terbentuk akibat lembah sungai terbendung oleh aliran lava saat erupsi terjadi. 5). Danau karst yaitu danau yang terbentuk akibat pelarutan tanah kapur. 6). Danau glasial yaitu danau yang terbentuk akibat mencairnya es / keringnya daerah es yang kemudian terisi air. 7). Danau buatan yaitu danau yang terbentuk akibat aktivitas manusia. (JIMMY WALLES, in Wikipedia )
Menurut SACHLAN (1980) plankton adalah organisme renik yang melayang dalam air, tidak bergerak atau bergerak sedikit serta selalu mengikuti arus. Selanjutnya BONEY (1975) menyatakan bahwa plankton tersusun atas jasad-jasad nabati yang bersifat mikroskopis (fitoplankton) dan jasad-jasad hewani mikroskopis (zooplankton) yang terdapat di laut maupun di perairan tawar, hidup bebas terapung dan pergerakannya bersifat pasif tergantung adanya arus dan angin.
SACHLAN (1980) menyatakan bahwa plankton berdasarkan daur hidupnya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah organism planktonik yang daur hidupnya seluruhnya sebagai plankton, sedangkan meroplankton adalah golongan organisme plankton yang sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton.
Keberadaan fitoplankton disuatu perairan didukung oleh adanya unsur hara dan zat organik lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Walaupun demikian, berbagai faktor lingkungan lainnya juga berperan penting dalam kehidupan plankton, seperti suhu, cahaya, salinitas, pH, karbondioksida bebas, kecerahan, alkalinitas, arus dan hubungan antar spesies (PARSON dan TAKAHASI, 1973).
Selanjutnya NURDIN (1986) mengatakan bahwa kehidupan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan bahan makanan dan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi fitoplankton adalah cahaya, umur individu setiap spesies, suhu, oksigen terlarut, pH, dan makanan (WELCH, 1952).
NONTJI (1981) menambahkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelimpahan fitoplankton, yaitu : a). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fisiologis secara langsung diantaranya proses respirasi dan fotosintesis seperti cahaya, suhu, salinitas, hara makro dan hara mikro, b). Faktor eksternal yang menyebabkan berkurangnya jumlah fitoplankton seperti pemangsa, herbivore, turbulensi serta penenggelaman.
BOYD (1979) menyatakan bahwa suhu perairan didaerah tropis berkisar 25-32° C masih layak untuk kehidupan organisme di perairan. Sedangkan menurut RILLEY (1967), pada umumnya spesies fitoplankton maupun zooplankton dapat berkembang dengan baik pada suhu 25° C atau lebih.
CAKROFF (1977) menyatakan bahwa kecerahan yang produktif apabila pinggan secchi mencapai kedalaman 20-40 cm dari permukaan. Kecerahan suatu perairan menetukan sampai sejauh mana cahaya matahari dapat menembus perairan dan sampai kedalam berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Menurut WELCH (1984) semakin tinggi kecerahan maka semakin dalam penetrasi caha matahari kedalam perairan, hal ini mengakibatkan lapisan produktifitas primer makin tinggi.
Turbiditas atau kekeruhan disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adanya bahan yang tidak terlarut seperti debu, tanah liat, bahan organic, atau anorganik dan mikro organik air. Hal ini berakibat air menjadi kotor dan tidak jernih. Kekeruhan mengganggu fotosintesis tanaman air (TOTOK dan SUCIASTUTI, 1991).
Derajat keasaman (pH) menurut JAMES (dalam WARDOYO, 1981) bahwa batas pH minimum dan maksimum bagi organisme air tawar umumnya 4,1-11,0. Sedangkan BOYD (1979) menyatakan pH mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton, dimana kisaran pH yang cocok untuk perikanan berkisar antara 6,5-9.
WARDOYO (1981) Menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang dapat mendukung kehidupan organisme perairan secara normal tidak boleh kurang dari 2 ppm, sedangkan kandungan kandungan karbondioksida bebas tidak boleh lebih dari 25 ppm. Sedangkan menurut MENKLH (1988) menyatakan bahwa untuk kepentingan perikanan, kandungan oksigen di perairan harus lebih dari 3 ppm, dan kadar oksigen terlarut sama dengan 3 ppm maksimal untuk 8 jam dalam satu hari.
Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa stabil. Dimana nitrat merupakan salah satu unsure penting untuk sintesis protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasikan pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas sehingga menyebabkan kematian organisme air (ALERT dan SARTIKA, 1984). Kriteria kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat, yaitu : 0,0 – 0,1 ppm adalah perairan kurang subur, 1,0 – 5,0 ppm adalah perairan sedang dan 5,0 – 50,0 adalah tingkat kesuburan perairan yang tinggi (GOLMEN dalam SUGIYANTO, 1995).
Klasifikasi berdasarkan fosfat yaitu 0,00 – 0,020 mg/l adalah kesuburan rendah, 0,021 – 0,050 mg/l kesuburan perairan sedang, 0,051 – 0,100 mg/l kesuburan perairan baik, 0.101 - 0,200 mg/l adalah kesuburan perairan yang sangat baik sekali (POERNOMO dan HANAFI, 1982).
SIHOTANG (1988) mengatakan bahwa fitoplankton yang dominan terdapat di perairan umum di daerah Riau adalah Pediastrum (Chlorophyceae) dan Diatom (Bacillariphyceae). Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan terjadi akibat pemanfaatan nutrient, cahaya matahari dan suhu.
II. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 November 2010, yaitu bertempat di Danau Simbad, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan, Alat dan Metode yang digunakan dalam praktikum.
Parameter (Satuan) | Bahan dan ALat | Metode |
Biologi Fitoplankton dan Zooplankton (Sel/l) | Planktonet No.25, Water Sampler, Formalin dan Mikriskop | Identifikasi |
Fisika Suhu (°C) | Termometer | Pemuaian |
Kimia pH Oksigen Terlarut (mg/l) Karbondioksida Bebas Nitrat (mg/l) Nitrit (mg/l) Fosfat (mg/l) Iron/ Besi (mg/l) Amonia (mg/l) | pH Meter NaOH-KI, MnS04, Amilum MnS04, Amilum, Indikator pp NO3, NO, H2SO4, Brucine | Mengukur dengan Alat Modifikasi Winkler Modifikasi Winkler Brucine Brucine Stanous Chlorida Modifikasi Winkler Modifikasi Winkler |
3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode survey yaitu berupa pangamatan langsung ke lapangan untuk mendapatkan data primer. Sampel yang diperoleh dianalisis secara deskriptif di Laboratorium Ekologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru.
3.4. Prosedur Praktikum
3.4.1. Lokasi Pengambilan Sampel
Metode pengambilan dilakukan dengan cara purposif sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah pengamatan, seperti arus dan kedalaman perairan serta aktivitas daerah pengamatan praktikum. Lokasi pengambilan sampel ditetapkan pada dua stasiun yang dianggap telah mewakili kondisi lingkungan perairan (Lampiran).
Stasiun I, Bagian air di daerah sungai yang mengalir di bagian bawah dari danau, berpasir dan berbatu-batu, pinggiran ditumbuhi pohon dan dangkal.
Stasiun II, Bagian air di daerah dermaga dekat tangga, perairan dalam, hampir tidak ada pohon, dasar berlumpur.
3.4.2. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari pukul 09.00-11.00 WIB sebanyak sekali pengambilan. Kemudian pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ember dengan volume 5 liter dan dilakukan 10 kali penyaringan pada planktonet no.25. Hasil saringan kemudian dimasukkan kedalam botol sampel yang bervolume 25 ml dan diawetkan dengan larutan formalin. Setiap botol diberi keterangan tanggal dan kode sesuai dengan stasiun yang diamati.
Pengamatan, perhitungan dan identifikasi fitoplankton merujuk pada buku SAANIN (1980) dan DAVIS (1955).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Kualitas Air
Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan makhluk hidup yang hidup di air. Suatu perairan dianggap layak bila kualitas airnya mampu mendukung kelangsungan hidup organisme yang terdapat pada perairan tersebut. kualitas air sangat ditentukan oleh faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi populasi organisme perairan diantaranya fitoplankton dan zooplankton.
Kualitas air yang diukur dalam penelitian ini, antara lain terdiri dari parameter fisika, yaitu suhu dan parameter kimia yaitu : pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, nitrit, nitrat, fosfat, amonia dan besi.
4.1.1. Suhu
Hasil pengukuran suhu rata-rata pada setian stasiun pengamatan di Danau Simbad berkisar 29-30°. Berdasarkan kisaran suhu ini maka Danau Simbad masih layak dan dapat mendukung perkembangan organisme fitoplankton maupun zooplankton. Menurut RILEY (1967) bahwa pada umumnya fitoplankton dapat berkembang baik pada suhu 25° C atau lebih.
Tingginya suhu pada stasiun II diduga karena pada stasiun ini merupakana daerah terbuka yang tidak tertutup oleh teduh pepohonan sehingga sinar matahari dapat langsung masuk kedalam perairan. Hal ini sesuai dengan PERKINS (1974) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi suhu suatu perairan adalah luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari.
4.1.2. pH
Hasil pengukuran rata-rata pH pada setiap stasiun selama penelitian di Danau Simbad berkisar 6,5 – 6,7.
Nilai rata-rata pH untuk setiap pengamatan berkisar antara 6,5 -6,7. JAMES (dalam WARDOYO, 1981) menyatakan bahwa batas pH minimum dan maksimum bagi organisme air tawar umumnya 4,1 – 11,0. Menurut Keputusan Menteri No.02/MENKLH/1988 bahwa pH kisaran untuk golongan C yaitu 6-9 maka pH Danau Simbad berada pada kisaran dimana organisme perairan terutama fitoplankton dan zooplankton masih dapat hidup secara baik.
Tingginya pH diduga karena lapisan fotosintesis lebih tebal sehingga akan lebih banyak karbondioksida yang terpakai oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Derajat keasaman (pH) merupakan fungsi kadar karbondioksida yang larut. Fotosintesis merupakan suatu proses memanfaatkan karbondiokida bebas sehingga kadarnya berkurang di perairan, sedangkan proses dekomposisi dan respirasi hewan aquatik akan meningkatkan kadar karbondioksida. Meningkatnya karbondioksida di perairan akan menurunkan pH air. Menurut LYOD (dalam BERNARDINE), 1982) bahwa pH air antara 5 dan 6 tidak membahayakan pada semua spesies jika konsentrasi karbondioksida bebas tidak lebih dari 20 mg/l dan pH 6,5 jarang membahayakan organisme perairan jika karbondioksida bebas tidak lebih dari 100mg/l.
4.1.3. Nitrat
Hasil pengukuran rata-rata nitrat pada setiap stasiun berkisar 0,074 – 0,083 mg/l. Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan senyawa yang stabil. Nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesa protein tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas (ALAERT dan SANTIKA, 1984). Tingginya konsentrasi nitrat di stasiun I yaitu 0,083 diduga karena banyaknya tanaman air, tanggul-tanggul, potongan-potongan kayu-kayu, daun-daun vegetasi yang jatuh ke daerah sungai ini. Bahan-bahan ini diuraikan oleh bakteri aerob menjadi nitrit selanjutnya dinitrifikasi menjai nitrat. Berdasarkan GOLMEN (dalam SUGIYANTO, 1990) maka kandungan nitrat di daerah Danau Simbad kurang subur.
4.1.4. Fosfat
Hasil pengukuran rata-rata fosfat berkisar 0,010 – 0,011 mg/l. Kandungan fosfat antar stasiun tidak jauh berbeda dimana nilai tertinggi terddapat pada stasiun II yaitu 0,001 mg/l, yang diduga karena diduga aktifitas manusia, sedangkan fosfat terendah terdapat di daerah stasiun I.
Dari hasil pengukuran fosfat pada setiap stasiun di Danau Simbad, maka kondisi perairannya dikatakan kurang subur. Hal ini sesuai dengan ppendapat POERNOMO dan HANAFI (1982), bahwa kisaran kandungan fosfat antara 0,00 – 0,020 mg/l tergolong perairan kurang subur.
4.2. Struktur Fitoplankton dan Plankton
4.2.1. Jenis dan Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
Berdasarkan hasil identifikasi, terhadap jenis fitoplankton di Danau Simbad ditemukan sebanyak 14 jenis yang terdiri dari tiga kelas yaitu Chlorophyceae, Cyanophyceae, dn Bacillariophyceae. Temuan ini didukung oleh pendapat ODUM (1971), bahwa penyebaran fitoplankton di daerah perairan terbuka terutama terdiri dari tiga kelompok yaitu diatom (Bacillariophyceae), Alga Hijau (Chlorophyceae), Alga Biru (Cyanophyceae), yang lainnya terdiri dari flagellata hijau yaitu Euglenidae, Dinoflagellata dan Valvocidae.
Tabel 2. Jenis Plankton yang Ditemukan Berdasarkan Klas dan Jenis di Danau Simbad Kabupaten Kampar.
No | Klas | Jenis |
1. 2. 3. | Chlorophyceae Cyanophyceae Bacillariophyceae | Clostrerium aciculara Spirogira sp Hyalotheca Aphanizomenon Anabaena sp Glococystus vesiculosa Oscystus naegelii Oscilatoria limnosa Spirulina sp Treubaria triappendiculata Calonthrix Nitzchia vermicularis Synera acus Navicula sp |
Pada tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis fitoplankton yang paling banyak adalah berasal dari kelas Cyanophyceae dan yang paling sedikit adalah kelas Bacillariophyceae. Hal ini sesuai dengan pendapat SMITH (1945), mengemukakan bahwa kelas Cyanophyceae 2/3 dari jumlah spesiesnya terdapat di air tawar. Selanjutnya RAYMONT (dalam YOSWATY, 1995) mengemukakan bahwa umumny jenis fitoplankton yang berasal dari kelas Bacillariophyceae banyak hidupnya di laut dan sedikit sekali yang ditemukan di air tawar.
Kelimpahan rata-rata fitoplankton berkisar antara 18041 – 22426 sel/l. kelimpahan rata-rata fitoplankton selama pengamatan di Danau Simbad Kabupaten Kampar.
Jenis dan kelimpahan fitoplankton dijumpai pada masing-masing stasiun berbeda antara stasiun I dan stasiun II karena karakteristik dan lingkungan yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan pendapat DAVIS (1995) yang mengemukakan bahwa pada suatu perairan sering didapatkan jumlah fitoplankton yang berlimpah pada suatu tempat, sedangkan di tempat lainnya di perairan yang sama, jumlahnya sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh unsur hara dan kualitas air secara fisika maupun kimia. Dalam setiap waktu pengamatan juga dijumpai kelimpahan fitoplankton yang berbeda-beda. Menurut HARRIS (dalam SIHOTANG, 1988), ciri-ciri khas fisiologi fitoplankton adalah bervariasi menurut waktu.
Selanjutnya WARDOYO (1981) menambahkan bahwa beberapa faktor lingkunganyang adakalanya mempunyai hubungan yang khusus dan dapt mempengaruhi fitoplankton yang ada diperairan tersebut adalah suhu, pH, oksigen terlarut, dan karbondioksida bebas dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, terkhuusus unsur nitrat, nitrit, besi, fosfat, amonia dan besi.
4.2.2. Indeks Keragaman (H), Indeks Dominasi (C)
Untuk mengevaluasi terganggu atau tidaknya suatu ekosistem, kriteria Indeks keragaman (H) telah umum digunakan sedangkan untuk mengetahui ada tidaknya organisme fitoplankton yang mendominasi suatu perairan biasanya digunakan indeks dominasi (C). Hal ini erat kaitannya dengan daya tahan dan adanya persaingan antar jenis yang lain. Daya tahan hidup berkaitan dengan kualitas lingkungan, sedangkan persaingan antar spesies biasanya terjadi dalam hal mencari makanan.
Tabel 3. Nilai Indeks Keragaman (H) dan Indeks Dominasi (C) pada Masing-masing Stasiun.
Stasiun | Indeks Keragaman (H) | Indeks Dominasi (C) |
I II | 3,1735 3,9725 | 0, 0892 0,1211 |
Pada tabel 3 terlihat bahwa nilai indeks keragaman (H) selama penelitian berkissar 3,1735 - 3,9725. Menurut WILHIM dan DORIS (dalam HAMIDY, 1984) menyatakan bahwa perairan dengan nilai indeks keragaman jenis lebih besar dari 3 menandakan perairan bebas dan pencemaran, nilai indeks antara 1-3 berarti perairan tersebut tercemar sedang dan apabila indeks lebih kecil dari 1 menandakan bahwa perairan tercemar berat.
Nilai indeks Dominansi (C) selama pengamatan berkisar 0, 0892 - 0,1211. Nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II dan terendah pada stasiun I. Berdasarkan indeks SIMPSON (dalam ODUM, 1971) dapat diketahui bahwa indeks dominasi jenis yang mendekati nagka nol berarti tidak ada jenis organisme yang dominan dan jika indeks dominasi mendekati angka satu berarti ada jenis organisme yang mendominasi pada perairan tersebut.
Berdasarkan pengamatan diatas mengenai indeks keragaman jenis dan indeks dominasi jenis maka dapat ikatakan bahwa perairan Danau Simbad Kabupaten Kampar tidak ada jenis plankton yang mendominasi dan perairannya tidak tercemar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pengukuran beberapa parameter kualitas air di Danau Simbad Kabupaten Kampar diperoleh hasil yang masih layak untuk mendukung kehidupan organisme aquatik termasuk fitopllankton dan zooplankton. Dari hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa di Danau Simbad Kabupaten Kampar ditemukan 14 jenis fitoplankton yang terdiri dari tiga kelas yaitu Chlorophyceae, Cyanophyceae, dn Bacillariophyceae. Kelimpahan rata-rata organisme fitoplankton berkisar 18041-22426 sel/l, nilai indeks keragaman jenis (H) berkisar 3,1735 – 3,9725 dan hasil indeks dominasi (C) berkisar 0,0892 – 0,1211.
5.2. Saran
Untuk Mencegah penurunan kualitas air Danau Simbad Kabupaten Kampar dimasa yang akan datang diharapkan adanya pemantauan dari pemerintah daerah setempat terhadap kualitas air secara terus-menerus dan pengamatan dari praktikum ini hanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat sehingga perlunya diiadakan penelitian lanjutan untuk memantau perubahan yang terjadi pada Danau Simbad Kabupaten Kampar dalam periode waktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, C. E., 1982. Water Quality Management in Pond for Aquaculture, Agriculture Experiment Station. Elsevier Publishing Company Inc. New York. 550pp.
Kordi. 1996. Parameter Kualitas Air. Penerbit Karya Anda. Surabaya. 55 hal.
Ntac, 1986. Water Quality Criteria. FWPCA. Washington DC. 234 hal.
Nurdin, S., 1999. Kumpulan Bahan Pelatihan Sampling Kualitas Air di Perairan Umum. Laboratorium Fisiologi Lingkungan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 131 hal.
Adriman, 2006. Penuntun pratikum ekologi perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru
Alearts, G. dan S. Santika, 1984. Metode Pengukuran Kualitas Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Boyd, C. E and F. Lichtkoppler, 1979. Water Quality Management in Pond for Aquaculture, Agriculture Experiment Station. Elsevier Publishing Company Inc. New York. 550pp.
Carlo, N. 2001. Efek Pengudaraan terhadap Kualitas Air Waduk Tropika. Jurnal Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 3 (1): 1 – 7.
Effendi, H., 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. IPB Press. Bogor.
Nontji. A, 1981. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Dinamika Kelimpahan Phytoplankton. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 25 halaman. (tidak diterbitkan).
Harahap, S., Budijono dan E. Purwanto. 1999. Tingkat Pencemaran Perairan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau Ditinjau Dari Komunitas Makrozoobenthos. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Ahli Bahasa : Samingan, T. Gadjahmada University Press. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar